Loading

Hakikat Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.‎ LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita, terlebih lagi kkta ‎sedang berinteraksi aktif di dalamnya. Kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan ‎oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa dalam proses menuju ‎kedewasaannya, setiap manusia melalui tahap pendidikan ini. ‎
Pada masa ini seringkali kita sebagai ummat Islam terkesima dengan ‎kemajuan peradaban dunia Barat. Tentunya jika sebuah peradaban suatu bangsa ‎sangat maju, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan yang mereka kembangkan ‎sangatlah maju pula. Padahal sebelum itu, pada abad ke-7 masehi ummat Islam ‎adalah rujukan pengetahuan bagi bangsa-bangsa di dunia. Namun masa keemasan ‎tersebut pun harus diakhiri dekan runtuhnya daulah Abbasiyah. ‎
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, agama yang dibawa Nabi ‎Muammad ini diajarkan melalui mukjizat yang berupa teks al-Qur’an, al-Qur’an ‎merupakan teks rujukan dan pedoman bagi ummatnya dalam seluruh aspek ‎kehidupan termasuk pendidikan. Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang ‎tidak menyebutkan makna secara “gamblang” dan jelas, penjelasan dari ayat tersebut ‎diperoleh melalui penjelasan Hadits Nabi yang kemudian disebut sebagai teks utama ‎setelah al-Qur’an. ‎
Sebenarnya agama Islam sangat mengutamakan proses pendidikan, hal ‎tersebut dapat dilihat dari lima ayat yang pertama kali diturunkan kepada Nabi ‎Muhammad SAW dalam surat al-‘Alaq. Banyak juga hadits yang menjelaskan tetang ‎pentingnya pendidikan bagi manusia. Namun sebagai dua teks utama, ummat Islam ‎seringkali lupa akan ajaran-ajaran yang dijelasknnya. ‎
B.‎ RUMUSAN MASALAH
‎1.‎ Bagaimanakah fitrah manusia dalam perspektif pendidikan Islam?‎
‎2.‎ Bagaimanakan hakikat pendidikan menurut al-Hadist?‎
BAB II
PEMBAHASAN
A.‎ FITRAH MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Agama Islam menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital, ‎lima ayat pertama yang diturunkan dalam surat al-‘Alaq bukanlah suatu ‎kebetulan. Ayat yang diturunkan pertama kali kepada Nabi Muhammad tersebut ‎dimulai dengan membaca ‘iqra’ yang secara tidak langsung mengandung makna ‎dan implikasi pendidikan. ‎
Dalam sebuah hadist disebutkan:‎
عَنْ‎ ‎أبَيِ‎ ‎هُرَيرةَ‎ ‎رَضِيَ‎ ‎اللّهُ‎ ‎عَنهْ‎ ‎قَالَ قَالَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم‎:‎‏ كُلُّ مَوْلُودٍ ‏يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ ‏
Artinya: ‎
Dari Abi Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak lahir dalam ‎keadaan fiitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu beragama ‎Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari)‎ 
Isyarat tentang pendidikan bagi manusia ini terjelaskan pada berbagai ‎muatan dan konsep ajarannya yang tersimpul dalam al-Qur`an dan hadis-hadis ‎Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah konsep tentang fitrah yang ‎terkandung pada hadis di atas. Hadis tentang fitrah tersebut demikian populer, ‎tidak hanya dalam pendidikan Islam tapi juga di tengah kalangan masyarakat ‎Islam dengan pemaknaan yang variatif.‎
Allah SWT menciptakan menusia telah dibekali dengan potensi pada ‎setiap individu, dengan potensi itulah seseorang dapat menjalankan kehidupan ‎dengan penuh ketaatan dan penghambaan kepada-Nya. Dalam hadits diatas, ‎Rasulullah memberikan informasi tentang potensi-potensi yang ditetapkan ‎kepada manusia, berupa fitrah. ‎
Fitrah sebagai potensi dasar manusia yang dibawa sejak lahir merupakan ‎pemahaman konseptual dari surat ar-Rum ayat 30:‎
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ ‏الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٣٠)‏
Artinya:‎
‎“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah ‎atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada ‎peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan ‎manusia tidak mengetahui”‎ 
Dalam  ayat tersebut, Allah menjelaskan bahwa fitrah yang dimaksud ‎adalah “al-dinu al-Qayyim” agama yang lurus. Akan tetapi, potensi tersebut juga ‎dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar baik berupa pendidikan ataupun ‎lingkungan yang dalam hadits diatas digambarkan dengan faktor orang tua.‎
Sebagai potensi dasar, maka fitrah itu cenderung kepada potensi-potensi ‎psikologis yang perlu untuk dikembangkan ke arah yang benar. Diantara potensi ‎psokologis tersebut adalah:‎
‎1.‎ Beriman kepada Allah SWT
‎2.‎ Kecenderungan untuk menerima kebenaran, kebaikan, termasuk ‎untuk menerima pendidikan dan pengajaran
‎3.‎ Dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud ‎daya fikir
‎4.‎ Dorongan biologis yang berupa syahwat dan tabiat
‎5.‎ Kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat ‎dikembangkan dan dapat disempurnakan
Ibn taimiyah dalam menginterprestasikan fitrah yang dibawa oleh ‎manusia adakalanya:‎
Pertama, fitrah al Ghazirah, yaitu fitrah inheren dalam diri manusia yang ‎memberikan daya akal (Quwwah al-aql), yang berguna untuk mengembangkan ‎potensi dasar manusia.‎
Kedua, fitrah al-Munazzal, yaitu fitrah luar yang masuk pada diri ‎manusia. Fitrah ini berupa petunjuk al-Qur’an dan as-sunnah yang digunakan ‎sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah al-Gazirah.‎ 
Dapat disimpulkan bahwa fitrah yang berupa pembawaan pada diri ‎manusi merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan ‎dan kesucian untuk menerima rangsangan (pengaruh) dari luar menuju pada ‎kesempurnaan dan kebenaran. ‎
Namun, fitrah manusia bukanlah satu-satunya potensi yang dapat ‎mencetak manusia sesuai dengan fungsinya. Ada juga potensi lain yang menjadi ‎kebalikann dari fitrah ini, yaitu nafs yang mempunyai kecenderungan pada ‎keburukan dan kejahatan. ‎
Untuk itu fitrah harus tetap dikembangkan secara wajar dengan fitrah al-‎Munazzal yang dijiwai oleh wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah),  sehingga dapat ‎mengarahkan perkembangan seorang anak kepada jalur yang benar secara ‎kaamilah. ‎
Oleh karena betapa pentingnya pendidikan untuk mengarahkan ‎perkembangan manusia ke arah yang benar (ad-din al-Qayyim), hendaklah suatu ‎pendidikan mulai ditanamkan sejak dini. Dalam sebuah hadits disebutkan: ‎
عن ابن عباس أنهم قالوا: يَا رَسُولَ الله قَدْ عَلمْنَا حَقَّ الوَالِدِ عَلَي الْوَلَدِ، فَمَا حَقَ الوَلَدِ ‏عَلَي الوَالِد؟ قال: أَنْ يُحْسِنَ اْسمَه، ويحسن أدَبَه‎) ‎رواه البيهقي‎(‎

Artinya:‎
‎“Dari Ibn ‘Abbas, bahwa mereka (para sahabat)bertanya: Sungguh‎‏ ‏kami telah ‎mengethaui hak orang tua atas anak, lalu apa hak anak atas orang tua ? ‎Rasulullah SAW bersabda: Beri ia nama yang baik dan ajarkan perbaiki ‎adabnya.” (HR. Baihaqiy)‎ 
Melatih dan membiasakan suatu perbuatan baik, merupakan metode yang ‎amat tepat dilakukan pada masa usia anak-anak. Karena dari metode pembiasaan ‎inilah akan terbentuknya jiwa dan kepribadian yang baik. Dalam hadits lain ‎disebutkan: ‎
عن انس بن مَالِك عَنْ رَسُول الله صلي الله عليه وسلم قال أَكْرِمُوا أَوْلَادَكُم وَأحسِنوُا ‏أدَبَهُمْ ‏‎)‎رواه إبن ماجه‎(‎
Artinya: ‎
‎“Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah SAW bersabda: Muliakanlah anak-‎anakmu dan perbaikilah adab mereka.” (HR. Ibn Majah)‎ 
Potensi-potensi yang dibawa oleh manusia sejak lahir sangatlah rentan ‎akan pengaruh-pengaruh dari luar, oleh sebab sejak usia dini fitrah tersebut harus ‎diarahkan dan dibimbing ke arah yang benar dengan pendidikan kepribadian ‎‎(ahlak) dan pendidikan agama. Dalam hal ini orang tua adalah faktor yang sangat ‎berpengaruh, karena orang tua adalah orang pertama kali yang bersentuhan ‎dengan seorang anak. ‎
Sejak usia dini, seorang anak mulai mengenal dunia di luar dirinya secara ‎objektif disertai pengahayatan secara subjektif. Mulai adanya pengenalan pada ‎Aku sendiri dengan bantuan bahasa dan kata-kata. Nabi SAW mengingatkan ‎agar orag tua mengajarkan dan mendidik anak dengan beberapa hal diantaranya ‎adalah adab, shalat, kecintaan dengan Nabi dan al-Qur’an, serta ‎mengembangkan minat dan bakat.‎
B.‎ HAKEKAT PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan ‎transfer of culture serta transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya ‎untuk memanusiakan manusia. Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan ‎adalah mengembalikan nilai-nilai Ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan ‎bimbingan Al-Quran dan as-Sunnah (Hadits) sehingga menjadi manusia ‎berakhlakul karimah (insan kamil). ‎
Secara semantik, pendidikan menunjukkan pada suatu kegiatan atau ‎proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan seseorang kepada ‎orang lain. Pengertian tersebut belum menunjukkan adanya program, sistem, dan ‎metoda yang lazimnya digunakan dalam melakukan pendidikan atau pengajaran.‎
Dalam term pendidikan Islam, sering  dijumpai kata dalam bahasa arab ‎tarbiyah  untuk menggantikan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia.  Selain ‎kata tarbiyah terdapat pula kata ta’lim (pengajaran) dan ta’dib yang ada ada ‎hubungannya dengan kata adab yang berarti sopan santun.‎
Ketiga terma tersebut memiliki kesamaan makna. Namun secara esensial, ‎setiap terma memiliki perbedaan, baik secara tekstual maupun secara kontekstual. ‎Oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan secara singkat masing-masing term ‎pendidikan tersebut.‎
‎1.‎ at-Tarbiyah
Istilah at-Tarbiyah berasal dari kara rabb, yang berarti:‎
a.‎ bertambah dan berkembang (‎ربا - يربو – تربية‎)‎
b.‎ tumbuh dan berkembang (‎ربي - يربي - تربية‎ )‎
c.‎ memperbaiki, menguasai, memelihara, merawat, memperindah, mengatur, ‎dan menjaga kelestariannya (‎ربّ - يُربّ - تربية‎)‎
Dari pengertian tersebut, dalam konteks yang luas pengertian pendidikan ‎Islam terkandung dalam term al-Tarbiyah yang meliputi empat unsur, yaitu: ‎pertama, unsur memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa. ‎Kedua, mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. Ketiga, ‎mengarahken seluruh fitrah menuju kesempurnaan. Dan keempat, melaksanakan ‎pendidikan secara lengkap.‎
Dalam al-Qur’an secara implisit memang tidak ditemukan penunjukan ‎kata at-tarbiyah, namun kata tersebut dapat ditelusuri pada istilah lain yang sekar ‎dengan kata at-tarbiyah, yaitu pada firman Allah: ‎
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤)‏
Artinya:‎
‎“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan ‎dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana ‎mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".‎
Menurut fahr al-Razy, kata “Rabbayani” merupakan pendidikan dalam ‎bentuk luas, term tersebut tidak hanya menunjukkan pada makna pendidikan ‎yang bersifat ucapan (domain kognitif0, tapi juga meliputi pendidikan pada ‎aspek tingkah laku (domain afektif).‎ 
Jadi istilah at-Tarbiyah memberikan pengertian mencakup semua aspek ‎pendidikan, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tidak hanya ‎mencakup aspek jasmaniah tetapi juga mencakup aspek rohaniah secara ‎harmonis. ‎
‎2.‎ al-Ta’lim
Kata yang kedua ini bersumber dari kata ‘allama yang berarti pengajaran ‎yang bersifat pemberian, atau penyampaian, pengertian, pengetahuan, dan ‎keterampilan. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 31 disebutkan:‎
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ ‏إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (٣١)‏
Artinya:‎
‎“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) ‎seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu ‎berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu ‎mamang benar orang-orang yang benar!"‎
Bila dilihat dari batasan pengertian yang ditawarkan dari kata ta’lim ‎‎(allama) pada ayat di atas, terlihat pengertian pendidikan yang terlalu sempit. ‎Pengertiannya hanya sebatas proses pentranferan seperangkat ilmu pengetahuan ‎atau nilai antara manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai ilmu atau nilai yang ‎ditranfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada ‎domain afektif. ‎
‎3.‎ al-Ta’dib
Secara bahasa, kata al-ta’dib merupakan masdar dari kata “addaba” yang ‎berarti:‎
a.‎ Ta’dib, berasal dari kata dasar “aduba – ya’dubu yang bererti ‎melatih, mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan ‎santun.‎
b.‎ Berasal dari kata “adaba – ya’dibu” yang berarti mengadakan pesta ‎atau perjamuan yang berbuat dan berperilaku sopan.‎
c.‎ Kata “addaba” sebagai bentuk kata kerja “ta’dib” mengandung ‎pengertian mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplin da member ‎tindakan.‎ 
Dalam hadist Nabi disebutkan:‎
أَدَّبَنِي رَبِّي فَأَحْسَنَ تَأدِيْبِي. (رواه العكسري عن علي‎(‎
Artinya:‎
‎“Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku” ( HR. ‎al-Aksary dari Ali Ra)‎
Dari pengertian dan hadist tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata ‎‎“ta’dib” mengandung pengertian usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi ‎sedemikian rupa, sehingga anak didik terdorong dan tergerak jiwa dan jiwanya ‎untuk berperilaku dan bersifat sopan santun yang baik sesuai dengan yang ‎diharapkan.‎ ‎ Orientasi kata al-ta’dib lebih terfokus pada upaya pembentukan ‎pribadi muslim yang berakhlak mulia. Dalam hadits disebutkan: ‎
عن عا ئشة سُأِلَتْ عَنْ أَخْلاَقِ رَسُولِ الله صلعم قَالَتْ كَانَ خلُوقُه القُرْأن
Artinya: ‎
‎“Aisyah Ra ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab akhlak ‎Rasulullah SAW adalah al-Qur’an”‎ 
Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolute dan utuh, didalamnya ‎mencakup perbendaharaan yang luas dan besar bagi pengembangan kebudayaan ‎ummat manusia dan merupakan sumber pendidikan yang terlengkap. Ia ‎merupakan pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam. ‎
Oleh sebab itu Rasulullah SAW memberikan contoh dan suri tauladan ‎berdasarkan al-Qur’an diantaranya melalui: pertama, ucapan (hadits quliyah) , ‎kedua, perbuatan (hadits fi’liyat), dan ketiga ketetapan (hadits taqririyah). ‎
Dalam dataran pendidikan Islam, sunnah Nabi mempunyai dua fungsi ‎yaitu: ‎
‎1.‎ Menjelaskan system pendidikan Islam yang tepat di dalamnya.‎
‎2.‎ Menyimpulkan metode pendidikan dan kehidupan Rasulullah SAW ‎bersama sahabat, perlakuanya kepada anak-anak, dan pendidikan ‎keimanan yang pernah dilakukan. ‎
Kesemuanya tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara Nabi melakukan ‎proses belajar mengaja, metode yang digunakan sehingga dengan cepat para ‎sahabat mampu menyerap apa yang diajarkan, dan lain sebaginya yang ‎kesemuanya terpancar dari satu figur uswah hasanah yang dibimbing langsung ‎oleh Allah.‎

BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa:‎
‎1.‎ fitrah yang berupa pembawaan pada diri manusia merupakan potensi-potensi ‎dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima ‎rangsangan (pengaruh) dari luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran. ‎Agama Islam menganggap bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi-‎potensi yang harus dikembangkan ke arah yang benar.‎
‎2.‎ Dalam konteks ajaran Islam hakikat pendidikan adalah mengembalikan nilai-nilai ‎Ilahiyah pada manusia (fitrah) dengan bimbingan Al-Quran dan as-Sunnah ‎‎(Hadits) sehingga menjadi manusia berakhlakul karimah (insan kamil). ‎Pendidikan sering diterjemahkan dalam tiga istilah yaitu kata tarbiyah  untuk ‎menggantikan kata pendidikan dalam bahasa Indonesia.  Selain kata tarbiyah ‎terdapat pula kata ta’lim (pengajaran) dan ta’dib yang ada hubungannya dengan ‎kata adab yang berarti sopan santun.‎

DAFTAR PUSTAKA

Abū ‘Abd Allah Ibn Muhammad ibn Yazīd Ibn Mājah, 2004, Sunan IbnMājah, Juz IV, ‎Beirut: Dar al-Fikr
Abū ‘Abd Allah Muhammad bin Ismā’īl al-Bukhāriy, 2006,  Al-Jāmi’ Shahīh al-‎Bukhāriy, Juz I, Beirut: Dār al-Fikri,‎
Abu Hamid al-Ghazaly, t.t, Ihya’ ulumudin, juz 3, Maktabah as-Syamilah
Arifuddin Arif, 2008, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kultura
Baihaqiy, t.t, Syu’bat al-Iman, Juz XVIII, dalam Maktabah as-Syamilah
Depag RI, 2007,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, al-Hikmah, Bandung: CV Penerbit ‎Diponegoro

HAJI

BAB I
PENDAHULUAN
A.‎ LATAR BELAKANG
Haji merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Berbeda dengan rukun-‎rukun yang lain, ibadah haji ini khusus diwajibkan oleh Allah kepada orang-‎orang yang mampu untuk menunaikannya, artinya mereka yang memiliki ‎kesanggupan biaya serta sehat jasmani dan rohani untuk menunaikan perintah ‎Allah tersebut.‎
Kewajiban melakasanakan haji ini baru disyari'atkan pada tahun ke-IV ‎hijriyah setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Nabi sendiri hanya sekali ‎melaksanakan haji yang kemudian dikenal dengan sebutan Haji Wada. ‎Kemudian tidak lama setelah itu beliau wafat.‎
Ibadah haji disamping sebagai ritual ibadah, juga merupakan media ‎penyampaian pesan dan pemberian kesan pendidikan terhadap perjalanan ‎kehidupan seseorang. Setiap amalan dan ritual yang ada dalam ibadah haji jika ‎dihayati akan memberikan pendidikan, hikmah dan kesan yang mendalam ‎kepada orang yang menunaikannya.‎
Dasar kewajiban ibadah haji ini terdapat dalam kitab suci al-Qur'an dan ‎hadist-hadist Nabi Muhammad Saw. Ritual-ritual yang ada dalam ibadah haji ‎tersebut juga disebutkan secara lengkap dalam beberapa ayat dan diperjelas ‎dengan penjelasan hadist Nabi. Selanjutnya ayat-ayat tersebut diperjelas dengan ‎diadakannya penafsiran oleh ulama-ulama ahli tafsir dengan berbagai metode ‎dan perspektif, termasuk perspektif pendidikan. ‎
Dengan mengerjakan ibadah haji seseorang akan dapat mengambil ‎berbagai I'tibar dan manfaat, baik yang bersifat materi ataupun hal-hal yang ‎bersifat maknawi. Yang kedua inilah yang lebih berkesan dan menambah ‎ketaqwaan serta keimanan bagi orang-orang yang melaksanakannya. Karena jika ‎Allah SWT mewajibkan berbagai syari'at dan larangan, maka hal tersebut tidak ‎akan lepas dari adanya hikmah dan pendidikan, baik yang tersirat maupun ‎tersurat.‎
B.‎ RUMUSAN MASALAH
‎1.‎ Apa saja ayat yang menjadi dasar ibadah haji dalam al-Qur'an?‎
‎2.‎ Apa sebab nuzul ayat-ayat tersebut dan hadist-hadist yang mendukung ‎tentang perintah ibadah haji?‎
‎3.‎ Apa pendidikan yang terkandung dalam ibadah haji?‎


BAB II
PEMBAHASAN
A.‎ DASAR AYAT AL-QUR'AN
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. ‎Menurut etimologi bahasa Arab kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, ‎maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan ‎tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu dan ‎pada waktu-waktu tertentu pula. Haji diwajibkan atas setiap muslim yang merdeka, ‎baligh ,dan mempunyai kemampuan, dalam seumur hidup sekali
Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain ‎Ka'bah dan Mas'a (tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang ‎dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal ‎sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amalan tertentu dalam ‎ibadah haji ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit ‎di Mina, dan lain-lain. ‎
Dalam al-Qur’an di jelaskan bahwa ibadah haji di wajibkan bagi orang-orang ‎yang mampu, mampu disini dapat diartikan mampu mengerjakan haji dengan sendiri ‎yang meliputi menpunyai bekal yang cukup, ada kendaraan yang dipakai, aman ‎perjalanannya, dan bagi perempuan hendaklah bersama Mahramnya. Dalam surat ‎Ali ‘Imran disebutkan:  ‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏••‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏   ‏
Artinya:‎
‎“Di sana terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. ‎Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; Dan (di ‎antara)kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ‎ke baitulllah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ‎kesana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa ‎Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”(Qs: Ali ‎‎‘Imran ayat 97).‎
Dalam surat al-Baqarah ayat 96-97 juga di sebutkan: ‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏   ‏
Artinya:‎
‎"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu ‎terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) ‎korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, ‎sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di ‎antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), ‎Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau ‎berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ‎ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ‎ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak ‎menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa ‎tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang ‎kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban ‎membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di ‎sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota ‎Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah ‎sangat keras siksaan-Nya" (al-Baqarah: 96)‎

‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏   ‏
Artinya:‎
‎"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang ‎menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak ‎boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa ‎mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya ‎Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal ‎adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal." ‎‎(al-Baqarah:97)‎
Dalam ayat tersebut Allah telah memerintahkan kaum muslimin agar ‎menyempurnakan Haji dan um’rah serta menjalankan ibadah secara sempurna ‎semata-mata karena Allah SWT. Apabila orang mukmin yang lagi ihram terhalang ‎untuk menyempurnakan ibadah yang di sebabkan oleh musuh atau sakit atau ‎memang dia ingin bertahallul (melepaskan ihramnya, maka wajib bagi dia untuk ‎menyembelih binatang yang sekiranya ringan baginya berupa unta, sapi, atau ‎kambing. Allah SWT melarang mencukur dan tahallul sebelum hadiah sampai pada ‎tempat di mana halal menyembelihnya. Adapun bagi orang yang sakit atau ada ‎penyakit di kepalanya, maka dia di perbolehkan bercukur dan wajib bagi dia untuk ‎membayar fidyah (denda). Adakalanya puasa tiga hari, atau menyembelih kambing, ‎atau pula bersedekah kepada enem orang miskin. Tiap-tiap orang miskin satu fidyah ‎atau satu Sha’ berupa makanan. ‎

B.‎ ASBABUN NUZUL AYAT DAN HADIST YANG MENDUKUNG
‎1.‎ Surat Al-Baqarah ayat 196‎
Thabrani berkata sebagaimana termuat dalam Majma' al Bahrain min ‎Zawaid al Mujma'in: Ahmad telah menceritakan kepada kami, Muhammad ‎bin Sabiq telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahaman telah ‎menceritakan kepada kami dari Abi Zubair dari 'Atha bin Abi Rabah dari ‎Shafwan bin Ya'la bin Umayyah dari bapaknya ia berkata: "Wahai ‎Rasulullah! Apa yang engkau perintahkan kepadaku dalam umrahku?" Lalu ‎Allah menurunkan ayat ‎‏ وأتموا الحج والعمرة لله‎ "dan sempurnakanlah ‎ibadah haji dan umrah karena Allah". ‎
Maka Rasulullah SAW bertanya: "Siapa yang bertanya tentang ‎umrah?" Ia berkata: "aku wahai rasul". Rasulullah bersabda: " tinggalkanlah ‎pakaianmu dan mandilah serta beristinsyaq semampunmu. Apa yang kamu ‎lakukan pada waktu haji maka lakukanlah pada umrahmu".‎
Al Haitsami berkata dalam Majma' az Zawaid dari Ya'la bin Umayyah ‎ia berkata: "seseorang telah dating kepada Rasulullah SAW dalam keadaan ‎badannya telah diberi wangi-wangian dan telah memakai ihram umrah. Ia (al ‎Haitsami) menyebutkan hadist lalu berkata : "diriwayatkan oleh Thabrani ‎dalam al Ausath dan perawinya perawi ash shahih."‎
Imam bukhari berkata dalam shahihnya: " Abu Nu'aim telah ‎menceritakan kepada kami, Saif telah menceritakan kepada kami, ia berkata: ‎Mujahid telah menceritakan kepadaku, ia berkata: "aku mendengar ‎Abdurrahman bin Laila berkata bahwasannya Ka'ab bin 'Ujrah telah ‎menceritakan kepadanya, ia berkata: "di Hudaibiyyah, aku berdiri disamping ‎Rasulullah SAW, sementara kutu berjatuhan dari kepalaku. Beliau berkata : ‎‎"apakah itu mengganggu kepalamu". Aku berkata: "Ya". Beliau bersabda: ‎‎"cukurlah rambutmu atau cukurlah!", ia berkata "ditunjukkan kepadaku ayat ‎ini: ‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏
Lalu Nabi berkata: "berpuasalah tiga hari atau bersedekahlah dengan ‎dengan beberapa gantang kepada enam orang atau berkurbanlah dengan ‎mudah (kamu dapatkan)".‎
‎2.‎ Surat Al-Baqarah ayat 197‎
Imam bukhari berkata: "Yahya bin Basyir telah menceritakan kepada ‎kami, Syababah telah menceritakan kepada kami dari Warqa' dari Amr bin ‎Dinar dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata: "Ahlul Yaman berhaji dengan ‎tidak membawa bekal, mereka mengatakan : "kami orang-orang yang ‎bertawakkal". Nyatanya saat mereka tiba di madinah, mereka meminta-minta ‎kepada manusia. Maka Allah menurunkan firmannya:‎
•‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏
Artinya:‎
‎"berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah ‎taqwa". Diriwayatkan oleh ibnu uyainah dari amr dari ikrimah ‎dengan mursal.‎
Diantara hadist-hadist yang menjelaskan hukum kewajiban ibadah haji ‎adalah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Nasa’i yang berbunyi:‎
يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجُّ فَحَجُّوْا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلُّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ الله؟ ‏فَسَكتَ حَتَّي قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ النبيُّ صلي الله عليه وسلم: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا ‏اسْتَطَعْتُمْ. (رواه مسلم و أحمد ونسئ‎(‎


Artinya:‎
‎“Hai manusia, Allah telah mewajibkan haji kepadamu, maka ‎laksanakanlah haji. Seorang laki-laki berkata, “apakah setiap tahun ya ‎Rasulullah?” Rasulullah terdiam, hingga laki-laki itu bertanya tiga kali, ‎lalu Nabi menjawab, “andai kukatakan wajib setiap tahun maka ia ‎menjadi wajib dan kamu tidak akan mampu mengerjakannya”. (HR. ‎Muslim, Ahmad, dan Nasa’i)‎
Keutamaan ibadah haji juga diterangkan dalam hadits yang berbunyi:‎
مَنْ حَجَّ لِلهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَومٍ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ‎ ‎
‏ (رواه البخاري و مسلم‎(‎
Artinya:‎
‎“Barangsiapa yang melaksankan haji karena Allah, tidak melakukan ‎rafats (berkata-kata kotor) dan tidak fusuq (durhaka), maka ia kembali ‎suci dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan dari kandungan ibunya.” ‎‎(HR. Bukhari dan Muslim)‎
Dalam hadits yang diriwayatkan dari siti aisyah juga dijelaskan:‎
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤمِنِينَ رضي الله عنها قَالَتْ: قُلْتُ يا رسولَ اللهِ أَلَا نَغْزُو وَنُجَاهِدُ ‏مَعَكُمْ؟ فقال لَكِنَّ أَحْسَنَ الْجِهَادِ وَأَجْمَلَهُ اَلْحَجُّ، حَجٌّ مَبْرُوْرٌ. فقالتْ عائشةُ: فَلَا أَدَعَ ‏الْحَجَّ بَعْدَ إِذْ سَمِعْتُ هذَا مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلي الله عليه وسلم. (رواه البخاري‎(‎
Artinya: ‎
Aisyah r.a berkata: aku bertanya kepada Rasulullah SAW, “Tidakkah ‎kami ikut berperang dan berjihad bersamamu?. Rasulullah menjawab: ‎‎“Tetapi jihad yang lebih baik dan sempurna yaitu mengerjakan haj, haji ‎mabrur,” Aisyah berkata, “sejak itu aku tidak pernah meninggalkan haji ‎‎(setiap tahun), setelah mendengar berita ini dari Rasulullah” (HR. ‎Bukhari).‎


C.‎ PENDIDIKAN DALAM IBADAH HAJI
Bila Allah SWT memberikan suatu syari’at, yakni perintah dan larangan, ‎tentu ada hikmah atau makna yang menjadi motivasi atau penyebab mengapa hal ‎itu diperintahkan? Atau mengapa hal itu dilarang?. Dalam setiap perintah ‎tersebut pastilah ada suatu hikmah dan pendidikan yang dapat kita petik ‎mengimplementasikannya dalam kehidupan kita. Dalam firman Allah ‎disebutkan:‎
‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏   ‏
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi'ar-‎syi'ar Allah, Maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati. (Qs. al-Hajj:32)‎
‎ Diantara hikmah pendidikan yang dapat kita petik beberapa ritual dalam ‎ibadah haji  diantaranya:‎
a.‎ Pakaian Ihram ‎
Dalam pakaian ihram warna tidak menjadi prinsip, namun yang menjadi ‎prinsip adalah tidak berjahit. Hal tersebut menunjukkan pemakainya supaya ‎melepaskan diri dari sifat-sifat buruk yang lekat dalam dirinya, seperti merasa ‎bangga, suka pamer, sombong dan takabbur. Lebih jauh lagi adalah timbul ‎rasa merendahkan diri dan hina dihadapan Tuhannya, dan rasa tidak memiliki ‎kekuatan apapun sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsy Allah ‎berfirman: “wahai manusia sesungguhnya engkau kelaparan. Aku-lah yang ‎memberimu makan. Sesungguhnya engkau telanjang, Aku-lah yang memberi ‎pakaian.” , Firman Allah ‎
‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏•‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏ ‏‏   ‏
‎“ Sesungguhnya orang-orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ‎ialah orang-orang yang paling bertaqwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat: ‎‎13).‎
b.‎ Berihram ‎
Berihram merupakan niat, yaitu niat memasuki ibadah haji atau umrah ‎sebagai pemenuhan atas panggilan Allah SWT. Menanggalkan segala ‎kebesaran dan kemewahan, jabatan dan kesibukan duniawi untuk ihlas dan ‎pasrah demi memnuhi panggilan Allah.‎
c.‎ Talbiyah. ‎
Talbiyah merupakan panggilan Allah kepada seseorang untuk senantiasa ‎dengan ikhlas memneuhi panggilan Tuhannya. Jamaah haji yang ‎mengumandangkan talbiyah melahirkan pernyataan tunduk mutlak kepada ‎petunjuk-petunjuk Allah, atas dasar keyakinan secara sadar bahwa sikap ‎demikian itu akan membawa keberuntungan bagi manusia itu sendiri ‎sekaligus malahirkan kesatuan kemanusiaan diantara sesama jamaah haji yang ‎berkewajiban mengabdi kepada-Nya.‎
d.‎ Thawaf ‎
Thawaf membawa makna maknawi berputar pada poros bumi yang paling ‎awal dan palin dasar. Perputaran tujuh keliling bisa diartikan sama dengan ‎jumlah hari yang beredar mengeliilingi kita dalam setiap minggu. Lingkaran ‎putaran ka’bah merupakan arena pertemuan dan bertemu dengan Allah yang ‎dikemukakan dengan do’a dan dzikir dan selalu dikumandangkan selama ‎mengelilingi Ka’bah agar kita mengerti dan menghayati hakikat Allah dan ‎manusia sebagai mahluknya, hubungan mahluk dan pencipta dan ‎ketergantungan manusia akan Tuhannya. ‎
e.‎ Sa’I ‎
Pelaksanakan Sa’i merupakan pelestarian pengalaman siti Hajar yang ‎mencari air minum untuk anaknya diantara bukit shafa dan marwah. Diantara ‎hikmah yang perlu dicerna dalam ritual ini adalah memberikan makna sikap ‎optimis dan usaha yang keras serta penuh kesabaran dan tawakkal kepada ‎Allah SWT. Dalam sa’I disyari’atkan Ramal, yaitu berjalan cepat (setengah ‎lari) yang menunjukkan kekuatan dan kebesaran kaum muslimin serta ‎keluhuran agama mereka. Sekaligus menakut-nakuti orang orang musyrik dan ‎kafir pada waktu itu. Dalam hadits Rasulullah bersabda “semoga Allah ‎mengasihi seseorang yang memperlihatkan kekuatan dirinya kepada ‎mereka”.‎
f.‎ Bercukur
Perintah untuk bertahallul adalah agar kotoran yang melekat pada rambut ‎menjadi hilang karena rambut kepala berfungsi menjaga otak dari berbagai ‎penyakit. Mencukur wajib bagi laki-laki sedangkan perempuan tidak, dalam ‎hadits dikatakan “tidak wajib atas perempuan mencukur rambutnya, tetapi ‎wajib memendekkannya” (HR. Ibnu Abbas)‎
g.‎ Wukuf
Wukuf di arafah menandai muncak dari ibada haji sebagaimana hadits ‎Nabi “haji adalah (wukuf) di Arafah” (H.R. Bukhari dan Muslim). Di padang ‎arafah  seluruh jamaah haji dari segala penjuru dunia berkumpul di tempat ‎yang dilambangkan sebagai maqam ma’rifah ini dengan satu kesamaan ‎tujuan, tidak ada perbedaan kaya atau miskin, hitam atau putih, orang biasa ‎atau pejabat. Arafah menjadi wahana syi’ar haji yang paling penting diambil ‎dari kata ta’aruf yang artinya saling mengenal. Setelah wukuf dilakukan, ‎jama’ah haji merasakan bebas dari beban dosa kepada Allah, yakin do’a ‎dikabulkan, dorongan untuk melakukan kebaikan lebih banyak terasa sangat ‎kuat, dan rahmat Allah pun dirasakan menentramkan jiwanya. Dalam hadits ‎Nabi bersabda “aku berlindung kepada Allah SWT dari (godaan) syetan yang ‎terkutuk. Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba ‎dari neraka selain dari hari Arafah”. (HR. Muslim).‎
h.‎ Melontar Jumrah ‎
Ritual ini mempunyai hikmah yang yang besar sekali. Dimaksudkan ‎sebagai lambang lemparan terhadap iblis yang dilaknat oleh Allah. Diantara ‎hikmah melempar jumrah adalah untuk mengikuti jejak Nabi Ibrahim beserta ‎anak dan istrinya yang melempari iblis yang selalu menggodanya untuk tidak ‎melaksanakan perintah Allah.‎
i.‎ Menyembelih qurban ‎
Disamping meneladani nabi Ibrahim, dalam ritual ini mengandung ‎hikmah: ‎
‎1.‎ Memperlihatkan ketaatan yang sempurna kepada Allah Yang Maha ‎Agung. ‎
‎2.‎ Bersyukur kepada Allah berupa nikmat tebusan. ‎
j.‎ Thawaf Wada’ ‎
Dalam thawaf wada’ atau tawaf perpisahan ini ada bebrapa hal yang ‎yang dapat dihayati antara lain:‎
‎1.‎ bersyukur kepada Allah atas rahmad-Nya sehingga dengan itu semua ‎pekerjaan Haji atau Umrah dapat diselesaikan dengan baik dan ‎semaksimal mungkin.‎
‎2.‎ mengharap kepada Allah agar semua amal Ibadah yang dikerjakan, ‎tenaga, waktu, uang dan dana yang dikeluarkan untuk melaksanakan ‎ibadah haji atau umrah benar-benar mabrur disisi Allah. ‎
‎3.‎ berdo’a dalam thawaf wada’ agar selama perjalanan pulang diberikan ‎perlindungan dan keselamatan sampai tujuan.‎
‎4.‎ mengulangi ibadah yang boleh diulang-ulang sebagaimana pertemuan ‎dengan ka’bah ini akan menimbulkan kenikmatan tersendiri, selain ‎memperoleh balasan pahala.‎
‎5.‎ salah satu yang didambakan pasangan suami istri adalah keturunan ‎dan generasi yang diridhai Allah. Sebagaimana terkandung dalam ‎surat Al-Baqorah ayat 128 yang artinya: “ya Tuhan kami, jadikanlah ‎kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan ‎jadikanlah diantara anak cucu-cucu kami umat yang tunduk patuh ‎kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-‎tempat ibadah haji kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha ‎Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.‎

BAB III
KESIMPULAN
‎1.‎ Ibadah Haji merupakan rukun Islam kelima yang diwajibkan atas setiap muslim ‎yang merdeka, baligh ,dan mempunyai kemampuan, dalam seumur hidup sekali. ‎dasar kewajiban haji disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, diantaranya dalam ‎surat Ali ‘Imran ayat 97 dan Al-Baqarah ayat 196-197, dalam ayat ini Allah ‎mewajibkan Haji dengan memerintahkan untuk menyempurnakan ibadah haji dan ‎umrah yang berarti perintah untuk menunaikan dan melaksanakan kedua ibadah ‎tersebut secara sempurna dan tuntas, baik rukun-rukun dan segala ritual yang ada di ‎dalamnya.  ‎
‎2.‎ Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu ‎untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Banyak sekali hadits-‎hadits yang berisikan penjelasan tentang ibadah haji ini, baik mengenai hukumnya, ‎ritual, keutamaan, dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Diantara hadits ‎tersebut adalah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Ahmad dan Nasa’i ‎tentang kewajiban ibadah haji. ‎
‎3.‎ Diantara pendidikan yang dapat kita petik dalam ibadah haji yang diharapkan ‎pendidikan tersebut dapat kita implementasikan dalam kehidupan kita dapat ‎disimpulkan antara lain:‎
a.‎ Mengajarkan tentang ketundukan dan kepatuhan kepada perintah Allah.‎
b.‎ Mengajarkan untuk bersyukur atas anugerah yang diberikan Allah kepada kita ‎yang berupa keluasan rizqi dan kesehatan jasmani.‎
c.‎ Haji menempa jiwa agar memiliki semangat juang tinggi dalam mencapai ‎ketaqwaan kepada Allah. ‎
d.‎ Mengajarkan akan persamaan antar muslim di sisi Tuhan, baik yang kaya ‎maupun yang miskan, yang hitam dan yang putih dan sebagainya. Karena Allah ‎hanyalah akan memandang mereka dari tingkat ketakwaan seorang hamba.‎
e.‎ Haji juga mengajarkan keimanan yang menyentuh jiwa dan mengarahkannya ‎pada Tuhan dengan sikap taat dan menghindari kesenangan duniawi.‎

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Muchtar, 1996, Tafsir Ayat-Ayat Haji Telaah Intensif Dari Pelbagai Mazhab, ‎Bandung: Mizan
Depag RI, 2005, Hikmah Ibadah Haji, Jakarta: DEPARTEMEN AGAMA RI ‎DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM DAN ‎PENYELENGGARAAN HAJI
Depag, 2004, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, Bandung: Diponegoro ‎
H. Moh Zuhri dan M Qodirun ,Rawai’ulbayan Tafsir ayat ayat hukum Jilid I ( Semarang ‎‎, CV Andi Gravika )‎
Hamka, 1983, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas.‎
Syaikh Muqbil Bin Hadi Al Wada’i, As Shahih Al Musnad Min Asbab An Nuzul, ‎terjemah oleh Imanuddin kamil, 2007, Jakarta: Pustaka as-Sunnah
Syekh Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terjemah oleh M Thalib, 1986, ‎Yogyakarta: SUMBER ILMU

ADVERTISER
  • ROXX SHARE
  • PRESENTS
  • WIDGETS
  • TEMPLATES
  • WORM TECHNIQUES
  • INSPIRATIONS

Entri Populer

Special Keywords



alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah swt,,yang memberi segala nikmat kepada kita....
Seiring dengan perjalanan itu kami terus berusaha memaksimalkan mungkin mengadakan penyempurnaan, baik bahasa maupun isinya. Dengan adanya penyempurnaan itu, sekalipun belum sempurna, mudah-mudahan dapat mempermudah para pembaca ketika sudah membuka blog ini. Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun yang mendengarkan. Amin .

Categories

My Blog List ( DO FOLLOW )