Loading

KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Soebahar (2009: 180) guru dalam bahasa jawa adalah seorang yang harus digugu dan ditiru. Digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari guru dijadikan acuan sebagai kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Sedangkan ditiru, artinya seorang guru menjadi contoh bagi semua muridnya. Mulai dari cara berpikir, berbicara, bersikap, dan berperilaku sehari-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru, dengan sendirinya seorang guru memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.
Wacana tentang guru menjadi sangat relavan jika dikaitkan dengan tantangan yang ada pada saat ini. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan dalam PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, ditegaskan tentang keharusan pendidik memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohan, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Syarat-syarat tersebut diberikan karena tantangan yang dihadapi guru baik lokal, nasional dan global, internal maupun eksternal sangat berat. (Soebahar, 2009: 181)
Dari rumusan tersebut akan memunculkan tenaga-tenaga guru yang mampu mengemban tugas utamanya secara professional. Dan hal ini tidak terkecuali guru agama yang harus memiliki syarat-syarat tertentu, antara lain kualifikasi akademik dan kompetensi. Dalam pembahasan makalah ini akan ditekankan pada kompetensi pedagogik guru agama.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa maksud dari kompetensi pedagogik guru agama?
2.      Bagaimana karakteristik kompetensi pedagogik guru agama?
3.      Bagaimana etika kompetensi pedagogik guru agama?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kompetensi Pedagogik Guru Agama
Menurut Ramayulis (2010: 56) dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murabbi, muallim, dan muaddib. Kata Murabbi berasal dari kata rabaa, yurabbi. Kata muallim isim fail dari allama, yuallimu sebagaimana ditemukan dalam Al-Qur'an Q.S. Al-Baqarah: 31, sedangkan kata muaddib, berasal darai addaba, yuaddibu seperti sabda Rasul: "Allah mendidikku, maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan".
Pendidikan Islam menggunakan tujuan sebagai dasar untuk menentukan pengertian pendidik. Hal ini disebabkan karena pendidikan merupakan kewajiban agama, dan kewajiban hanya dipikulkan kepada orang yang dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal. Dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri, kemudian bersifat sosial dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain.
Di Indonesia pendidik disebut juga guru yaitu "orang yang digugu dan ditiru". Menurut Hadari Nawawi guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Dari pemaparan tersebut dapat diartikan bahwa guru pada hakikatnya mengamban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa guru yang ideal haruslah memiliki pengetahuan yang luas, serta mempunyai budi pekerti yang layak disebut suri tauladan. Oleh karena itu, guru agama haruslah memiliki syarat-syarat tertentu, antara lain kualifikasi akademik dan kompetensi. Kualifikasi akademik adalah adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugasnya.(Soebahar, 2009: 182)
Kompetensi mempunyai arti, kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu, maksudnya bahwa seseorang yang  memiliki kompetensi berarti memiliki kewenangan dan tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya, guru yang berkompetensi harus tetap menjaga eksistensinya dan menjaga wibawanya dihadapan anak didik.
Menurut McAshan, Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemapuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan menurut Yasin (2008: 72) Kompetensi adalah “serangkaian tindakan dengan peniuh rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh seseorang sebagai persyaratan untuk dapat dikatakan berhasil dalam melaksanakan tugasnya”.
Dalam hal ini setidaknya guru agama haruslah memiliki kompetensi pedagogik yang menjadi landasan bagi terselenggaranya pembelajaran yang efektif. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; pemahaman terhadap peserta didik; pengembangan kurikulum atau silabus; perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; pemanfaatan teknologi pembelajaran; evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk mengaktulisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.(Soebahar, 2009: 183)
Kompetensi pedagogik harus dimiliki oleh setiap guru, termasuk guru agama Islam. Hendaknya guru agama islam itu bertaqwa kepada Allah, berilmu dan berakhlak yang baik. Karena menurut Prof. DR. Zakiah bahwa segala yang ada pada dirinya merupakan unsur pembinaan anak didik.
Disamping guru mampu dan terampil dalam mengajarkan ilmu pengetahuan sekaligus mendidik siswa-siswinya seperti anaknya sendiri, diharapkan guru juga cakap dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman. Dengan adanya syarat itu, guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, karena ia mempunyai tanggung jawab sebagai pendidik dan Pembina.

B.     Karakteristik Kompetensi Pedagogik Guru Agama
Dari penjelasan terdahulu telah disebutkan pengertian kompetensi pedagogik yang mengandung karakteristik-karakteristik yang harus dihayati dan diaplikasikan oleh guru sebagai tenaga professional. Adapun karakteristik dari kompetensi pedagogik guru agama adalah:
1.      Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), dengan demikian seharusnya guru memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar (akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang diakreditasi pemerintah.
2.      Pemahaman terhadap peserta didik
Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang dialami anak. Selain itu, Guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.
3.      Pengembangan kurikulum/silabus
Guru memiliki kemampuan mengembangkan kurikulum pendidikan nasional yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lingkungan sekolah.
4.      Perancangan pembelajaran
Guru memiliki merencanakan sistem pembelajaran yang memamfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan.
5.      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
Guru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif dan menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.
6.      Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
Dalam menyelenggarakan pembelajaran, guru menggunakan teknologi sebagai media. Menyediakan bahan belajar dan mengadministrasikan dengan menggunakan teknologi informasi. Membiasakan anak berinteraksi dengan menggunakan teknologi.
7.      Evaluasi hasil belajar
Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat.
8.      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya
Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
Menurut Rahardjo (2010: 42) proses pendidikan tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk mampu hidup dalam masyarakat kini, tetapi juga mereka harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang yang semakin lama semakin sulit diprediksi. Maka dari itulah perkembangan nilai pendidikan harus terus ditingkatkan.
Dalam era global sekarang ini, tantangan dari guru agama sangatlah besar, karena implikasi perubahan yang begitu cepat, khususnya perubahan zaman dan perubahan kebijakan yang berimplikasi terhadap bidang pendidikan.
Implikasi dari tantangan karena perubahan zaman dan kebijakan baru adalah keharusan bagi guru agama untuk meningkatkan keualifikasi akademik, kompetensi dan upaya-upaya membangun kepercayaan sebagai pendidik professional dengan harapan agar Guru Agama mampu mengemban misi rahmatan lil 'alamin dengan baik. (Soebahar, 2009: 192)
Pertama, bahwa perubahan, apapun bentuk dan dimensinya bagi Guru Agama harus dipandang sebagai sunnatullah. Pandangan Guru Agama yang demikian akan memunculkan sosok Guru Agama yang memiliki jatidiri: yakni Guru Agama yang memiliki kekuatan prinsip dan sekaligus akomodatif terhadap perubahan zaman, sehingga dengan bekal tersebut Guru Agama akan terus melakukan inovasi dan kreasi untuk mengasah kepekaan intelektual, spiritual, emosional, profesional, dan sosialnva. Konstruksi perubahan, bagi guru agama seperti itu akan mengacu berdasarkan sinyal dan simpul-simpul perubahan yang termaktub dalam qur'an, hadits, dan simpul-simpul yang bcrkembang secara aktual di masyarakat.
Kedua, terjadinya peningkatan tuntutan terhadap kinerja guru terjadi setelah Guru, termasuk Guru Agama, diakui sebagai pendidik profesional berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008, sehingga Guru Agama harus memberikan respons secara kreatif dengan mengembangkan mental "N'Ach ; needs for achivemen sehingga selalu berupaya melakukan inovasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik profesional.
Selain itu, yang ketiga, ke depan Guru Agama harus menjadikan prinsip bahwa: "man kana yaumuhu khazran min amsihi fahuwa rabihun... " dan al-mubafadhab ala al-gadim ash-shalih wal akhdzu bil jadid al ashlah ; sehingga kualifikasi akademik dan kompetensi guru agama akan mengalami perbaikan secara signifikan dari waktu ke waktu. (Soebahar, 2009: 192-193)
C.    Etika Kompetensi Pedagogik Guru Agama Islam
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan, dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatanya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik.(Ramayulis, 2010: 65)
Menurut Ramayulis (2010: 71) berdasarkan acuan pedagogiknya guru hendaknya mampu menanamkan motivasi, etik dan moral pada suatu perangkat nilai yaitu iman, amal dan taqwa. Di antara etika kompetensi guru agama Islam yaitu:
1.      Sebelum keluar dari rumah untuk mengajar, guru hendaknya suci dari hadas dan kotoran yang baik dengan maksud mengagungkan ilmu dan syariat
2.      Ketika keluar dari rumah hendaknya guru selalu berdoa agar tidak dan menyesatkan dan terus berdzikir kepada Allah, ini menegaskan bahwa sebelum mengerjakan ilmunya, guru sepantasnya untuk mensucikan hati dan niatnya. guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid.
3.      Sebelum mulai mengajar, guru hendaknya membaca sebagian ayat dari Al-qur’an agar memperoleh berkah dalam mengajar, kemudian membaca basmalah.
4.      Dalam setiap bidang studi yang diajarkan hendaknya selalu mendasarkan materi pelajarannya dengan Al-qur’an dan hadis nabi,dan kalau perlu mencoba untuk meninjaunya dari kaca mata Islam.
5.      Dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru harus memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehingga yang disampaikan akan mudah di cerna oleh murid.
6.      Guru hendaknya selalu menanamkan dasa-dasar akhlaq terpuji dan sopan santun baik di dalam ruangan ataupun di luar ruang belajar.
7.      Guru hendaknya bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran dan dalam menjawab pertanyaan.
8.      Guru harus berusaha mempersatukan hati siswanya antara satu dengan yang lain.
9.      Guru hendaknya menutup setiap akhir kegiatan belajar mengajar dengan kata wallahu a’lam (Allah maha tahu) yang menunjukkan keikhlasan kepada Allah. Hal ini bermaksud agar setelah  proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru hendaklah  menyerahkan kembali semua urusannya kepada Allah.
Menurut Tafsir (2010: 79) dalam literatur Barat diuraikan tugas-tugas guru selain mengajar. Tugas-­tugas selain mengajar ialah berbagai macam tugas yang sesungguhnya ber­sangkutan dengan mengajar, yaitu tugas membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar, dan lain-lian yang selalu bersangkutan dengan pencapaian tujuan pengajaran. Ag. Soejono dalam Tafsir (2010: 75) merinci tugas pendidik (termasuk guru) sebagai berikut:
1.      Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya.
2.      Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak ber­kembang.
3.      Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4.      Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah per­kembangan anak didik berjalan dengan baik.
5.      Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Dalam tugas tersebut di atas tidak disebut dengan jelas tugas guru yang terpenting, yaitu mengajar. Sebenarnya, tugas itu terdapat secara implisit dalam tugas pada butir (2) dan (3). Sebenarnya, dalam teori pendidikan Barat, tugas guru tidak hanya mengajar; mereka bertugas juga mendidik dengan cara selain mengajar, sama saja dengan tugas guru dalam pendidikan Islam. Perbedaannya ialah tugas-tugas itu dikerjakan mereka untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai dengan keyakinan filsafat mereka tentang manusia yang baik menurut mereka. Sikap demokratis, sikap terbuka, misalnya, dibiasakan dan dicontohkan mereka kepada murid. Hal itu kelihatan terutama dalam metode mengajar yang digunakan mereka, juga dalam perilaku guru-guru di Karat. Jadi, perbedaannya bukan terletak pada tugas guru, melainkan pada sistem filsafat yang dianut; sistem filsafat orang Barat memang berbeda dari sistem fislafat pendidikan orang Islam.
Tugas-tugas guru yang diajarkan oleh penulis Muslim ini dapat ditambahkan kepada tugas-tugas guru yang dianjurkan oleh Soejono di atas. Dalam tugas-­tugas ini pun tidak disebut secara tugas tugas guru sebagai pengajar bidang studi. Memang, ada kesulitan untuk mengetahui apa sebenarnya tugas guru dalam pandangan penulis Muslim karena mereka mencampurkan tugas, syarat, dan sifat guru. Untuk sementara dapatlah dipegang bahwa tugas guru dalarn Islam ialah lima butir dari Soejono seperti disebut di atas ditambah dengan empat both dari buku Al-Abrasyi seperti dikutipkan di atas, jadi ada sembilan macam. Secara singkat dapat juga disimpulkan bahwa tugas guru dalam Islam ialah mendidik muridnya, dengan cara mengajar dan dengan cara-cara lainnya, menuju tercapainya perkembangan maksimal sesuai de­ngan nilai-nilai Islam. Untuk memperoleh kemampuan melaksanakan tugas itu secara maksimal, sekurang-kurangnya harus dipenuhi syarat-syarat beri­kut ini. (Tafsir, 2010: 80)
Suatu hal yang sangat menarik tentang syarat-syarat/ketentuan dari guru khususnya kompetensi pedagogik yang dikembangkan oleh Al-Kanani itu yaitu ada adanya unsur yang menekankan pentingnya sifat kasih syang, lemah lembut terhadap peserta didik. Agaknya, pendapat ini didasarkan atas sabda Rasulullah SAW yang artinya : "Sesunggunya saya dan kamu laksana bapak dengan anaknya". Selain itu juga didasarkan atas paham mereka bahwa bila guru telah memiliki rasa kasih sayang yang tinggi kepada muridnyam maka guru tersebut akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan keahliannya karena ia memberikan yang tebaik kepada murid-murid yang disayanginya. Tentunya hal ini berlandaskan pada akhlak Allah (Asmaul Husna) dan meniru akhlak Rasulullah dalam mendidik umatnya.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengolahan pembelajaran untuk kepentingan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap peserta didik. Selain itu, juga meliputi kemampuan dalam pengembangan kurikulum dan silabus. Termasuk perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi akhir belajar dan pengembangan peserta didik di dalamnya. Guru pendidikan agam islam merupakan barisan dari para guru yang bertugas mendidik dan mengajar anak-anak disekolah dalam rangka menanamkan nilai-nilai islam, hendaknya mampu menanamkan motivasi, etik dan moral pada suatu perangkat nilai yaitu iman, amal dan taqwa.
Karakteristik pedagogik guru adalah kemampuan seorang pendidik dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi:
a.       pemahaman tentang peserta didik,
b.      membuat perancangan pembelajaran
c.       kemampuan melaksanakan pembelajaran
d.      evaluasi proses dan hasil belajar
e.       pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasi potensi yang dimiliki
Berdasarkan acuan pedagogiknya guru hendaknya mampu menanamkan motivasi, etik dan moral pada suatu perangkat nilai yaitu iman, amal dan taqwa.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Mudjia. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer. Malang: UIN Maliki Press
Ramayulis. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kalam Mulia
Soebahar, Abd. Halim, 2009. Matriks Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Marwa
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Yasin, Fatah. 2008. Dimensi Pendidikan Islam. Malang UIN-Malang Press


ADVERTISER
  • ROXX SHARE
  • PRESENTS
  • WIDGETS
  • TEMPLATES
  • WORM TECHNIQUES
  • INSPIRATIONS

Entri Populer

Special Keywords



alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah swt,,yang memberi segala nikmat kepada kita....
Seiring dengan perjalanan itu kami terus berusaha memaksimalkan mungkin mengadakan penyempurnaan, baik bahasa maupun isinya. Dengan adanya penyempurnaan itu, sekalipun belum sempurna, mudah-mudahan dapat mempermudah para pembaca ketika sudah membuka blog ini. Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun yang mendengarkan. Amin .

Categories

My Blog List ( DO FOLLOW )