Loading

makalah ushul fiqih Qiyas

BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang

Qiyas ini merupakan suatu pengukuran atau penyamaan terhadap kedudukan qiyas dalam istinbat hukum. qiyas dimulai dengan mengeluarkan hukum yang terdapat pada kasus yang memiliki nash. ini memerlukan kerja nalar yang luar biasa dan tidak cukup hanya dengan pemahaman makna lafazh saja.


Rumusan masalah.
1.    apakah yang dimaksut degan qiyas?
2.    ada berapakah rukun qiyas?
3.    bisakah qiyas dijadikan sandaran ijmu?
4.    apakah imam syafi’i mengakui keberadaan qiyas?
5.    apakah para ulama menolak qiyas?
6.    apakah perbadaan illat sangat berpengaruh terhadap furu?



BAB II
PEMBAHASAN

QIYAS
Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainya atau penyamaan sesuatu dengan yang sejisnya. Ulama ushul fiqih memberikan definisi yang berbeda-beda tergantung pada pendangan mereka terhadap kedudukan qiyas dan istinbath hukum. Dalam hal ini mereka, terbagi dalam dua golongan berukut ini.
Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyas merupakan ciptaan manusia, yakni pandangan mujtahid. Sebaliknya menurut pandangan ke dua, qiyas merupakan ciptaan syar’i, yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri ayau merupakan hujjah ilahiyah yang dibuat syar’i sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada, baik dirancang oleh para mujtahid ataupun tidak.
Bertitik tolak pada pandangan masing-masing ulama tersebut maka mereka memberikan definisi qiyas sebagai berikut:
1.    Shadr Asy-Syariat menyatakan bahwa qiyas adalah pemindahan hukum yang terdapat pada ashl dan furu’ atas dasar illat yang tidak dapat diketahui dengan logika bahasa.
2.    Al-Human menyatakan bahwa qiyas adalah persamaan hukum suatu kasus dengan kasus lainya karena kesamaan illat hukumnya yang tidak dapat diketahiu melalui pemahaman bahasa secara murni.
Sebenararnya masih banyak definisi lainya yang dibuat oleh para ulama, namun secara umum qiyas adalah suatu proses penyikapak kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash.dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan dalam illat nya.

Operasi qiyas
Operasional penggunaan qiyas dimulai dengan mengeluarkan hukum yang terdapat pada kasus yang memiliki nash. Cara ini memerlukan kerja nalar yang luar biasa dan tidak cukup hanya dengan pemahaman makna lafazh saja. Selanjitnya, mujtahid mencari dan meneliti dan tidaklah illat tersebut kasus yang tidak ada nash nya. Apabila ternyata ada illat itu, fiqih menggunakan ketentuan hukum pada kedua kasus itu berdasarkan keadaan illat. Dengan demikian, yang dicari mujtahid disini adalah illat hukum yang terdapat pada nash (hukum pokok).
Selanjutnya, jika illat tersebut ternyata betul-betul terdapat kasus-kasus lain, yang tampak bagi mujtahid adalah bahwa ketentuan hukum pada kasus-kasus ini adalah satu, yaitu ketentuan hukum yang terdapat pada nash menjalar pada kasus lain yang tidak ada nash nya.
Rukun Qiyas
Dari pengertian nash yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas empat unsur sebagi berikut:
1.    Ashl (pokok) suatu peristiwa yang sudah ada nash nya yang dijadikan tempat meng-qiyas kan. Ini berdasarkan pengertian ashl menurut fukaha. Sedangkan ashl menurut hukum teolog adalah suatu nash yang menjadi dasar hukum. Ashl itu tersebut juga maqis ilaih (yang dujadikan tempat meng-qiyaskan)mahmul alaih (tempat membandingkan) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan)
2.    Far’u (cabang) yaitu peristiwa yang tidak ada nash nya. Far’u itulah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Itu juga disebut maqis (yang dianalogikan) dan musyabbah (yang diserupakan)/
3.    Hukum ashl yaitu hukum syara yang ditetapkan oleh suatu nash.
4.    Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itu, ashl mempunyai suatu hukum. Dan dengan sifat itu pula, terdapat cabang, sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan hukum ashl.

Qiyas sebagai sandaran ijma
Para ulama berbeda pendapat tentang qiyas apabila di jadikan dengan ijma’, diantara mereka ada yang mengatakan bahwa qiyas itu tidak sah dijadikan dasar ijma itu qat’i sedangkan dalil qiyas adalah dzanni. Menurut kaidah yang qad’i itu tidak sah didasarkan pada yang dzannui.
Para ulama yang menyatakan bahwa qiyas sah dijadikan sandaran ijma, berargumen bahwa hal itutelah disesuaikan dengan pendapat sebagian besar ulama. Juga dikarenakan qiyas itu termasuk salah satu dalil syara’ lainya.
Para sahabat setelah wafatnya nabi besar Muhhammad Saw berbeda pendapat tentang siapa yang akan dijadikan dengan penggantinya sebagai khalifah. Kemudian mereka memilih abubakar assidhik karena mereka sakit keras. Rasulullah senantiasa mewakilkan abu bakar untuk menjadi imam shalat.

Kehujjahan qiyas dan para pendapat para ulama.
Telah terjadi perbedaan pendapat dalam berhujjah dengan qiyas, ada yang membolehkanya, ada yang melarangnya  diantara contoh adalah kifarat bagi yang berbuka puasa dengan senjata dibulan ramadhan.

 Kehujjahan qiyas dalam hukum dan perdebatan metode pengambilan hukum.
Masalah ini termasuk hal yang tidak boleh di kesampingkan dalam pembahasan qiyas. Dan tidak berarti bahwa untuk menghindari berhujjah dapat dilakikan dengan qiyas. Sebenarnya, para pembicara setiap menyampaikan hukum dengan metode qiyas harus menyebutkan pula orang yang tidak berhujjah dengan qiyas dan mengembalikan semua dalam hukum.
Dalam beberapa keadaan terjadi, dua kubu dalam penentuan hukum, yang berbeda dalam metode untuk mencapai ketetapan hukum tersebut. Orang-orang yang menganut adanya qiyas menetapkan hukum dengan qiyas. Sedangkan mereka yang tidak mengakui adanya qiyas ternyata menggunakan ketetapan hukum yang sama, tetapi dengan metode yang berbeda. Berikit ini akan di terangkan beberapa permasalahan untuk lebih memperjelas masalah tersebut.
Ibnu Hasm berkata” Mereka telahberhujjah dengan firman Allah AWT.
Mereka yang telah menuduh wanita-wanita yang sudah menikah (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka daralah mereka dengan 80 kali dera dan janganlah kamu terima persaksian mereka selamanya.
(Qs. An-Nur:4)
Nash tersebut menerangkan tentang hukum dera bagi mereka yang menuduh zina kepada wanita yang telah berkeluarga. Dan hukum tersebut diberikan juga kepada orang yang menuduh laki-laki berzina. Metode seperti ini adalah qiyas
Abu Muhammad berkata: kami mewajibkan untuk mendera penuduh laki-laki berzina sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunah. Jika tidak terdapat nash yang jelas, maka kami tidak menetapkan melalui metode qiyas. Seandainya kami menggunakan metode qiyas pun maka hasilnya tidak sama dengan mereka. Dan dibawah ini kami terangkan bagaimana metode kami.

Firman Allah SWT. Dalam surat An-Nur ayat 4, tersebut adalah umum. Tidak bileh di takhsish kecuali harus dengan nash atau ijma’, mungkun maksut Allah adalah wanita-wanita yang sudah menikah atau laki-laki yang sudah menikah. Hal seperti itu tidaklah termasuk munkar dalam bahasa dimana Al-Qur’an diturunkan , Allah berfifman dalam surat An-Naba ayat 14.

Artinya: dan kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.
Yang dimaksut mu’shirat dalam ayat diatas adalah ashhab.
Maka maksut Al-Muhsonat dalam surat An-Nur tersebut furuj-furuj yang sudah menikah. Padahal kamu semua mengartikanya sebagai wanita yang sudah menikah. Dan kami memperkuat pendapat tersebut dengan dalil yang jelas.
Sesungguhnya furuj itu lebih umum daripada wanita. Dan dinaklumi bahwa furuj adalah alat penghubung antara seorang laki-laki dan perempuan, dengan menjelaskan firman Allah dalam surat Al-Muminun ayat 5-6.

Artinya: dan orang-orang yang menjaga kemaluanya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Pada ayat lain yaitu surat An-Nur ayat 31.
Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka..
Dengan ayat-ayat diatas sahlah bahwa ayat tersebut sebagai perintah untuk mendera laki-laki yang mukhsan dengan dalil-dalil Al-Qur’an
Dengan demikian, maka dapatlah dilihat bahwa hukuman mendera untuk orang-orang yang menuduh berzina kepada orang yang sudah menikah adalah melalui dua metode yang berbeda.

Perbedaan pendapat tentang illat dikalangan jumhur dan pengaruhnya.
Telah dibahas tentang perbedaan pendapat antara penerima dan penolala qiyas., yang telah menghasilkan beberapa faedah. Sekarang akan dibahas mengenai jumhur yang mengakui adanya qiyas dan ta’lil. Dikalangan jumhur sendiri, sebenarnya terjadi perbedaan pendapat yang cikup sangit dalam sebagian hukum. Perbedaan pendapat dikalangan mereka terutama berkaitan dengan illat, yang mempunyai faedah yang banyak. Dal itu telah menghasilkan perbedaan yang sangat besar dlam maalah furu. Mungkin juga perbedaan tersebut yang mendorong kepada penolak qiyas untuk tidak mengakui adanya qiyas sebagaimana telah dijelaskan diatas.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Bahwasanya qiyas merupakan persamaan hukum suatu kasus dengan kasus lainya karena kesamaan illat hukumnya yang tidak dapat diketahiu melalui pemahaman bahasa secara murni.
Dan duga merupakan suatu proses penyikapak kesamaan hukum suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash.dengan suatu hukum yang disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan dalam illat nya.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Thufi, Al-Hambali, syar Mukhtashar Ar-Raudah.
Al-Murwiji Al-Iman Al-Lais, Jawahir Al-Madiyah.
Abdul Mujib, Al-Qoawaidu Al-Fiqhiyyah, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980.
Abu Zahra, ushul fiqh, Cairo:Dar Al-Fikr Al-Arobi,t.t.
Ali  Hasbullah, ushul At-Tasyiri Al-Islamikairo Dar Al-Ma arif 1976.



StumbleDeliciousTechnoratiTwitterFacebookReddit

0 komentar:

Special Keywords



alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah swt,,yang memberi segala nikmat kepada kita....
Seiring dengan perjalanan itu kami terus berusaha memaksimalkan mungkin mengadakan penyempurnaan, baik bahasa maupun isinya. Dengan adanya penyempurnaan itu, sekalipun belum sempurna, mudah-mudahan dapat mempermudah para pembaca ketika sudah membuka blog ini. Semoga blog ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun yang mendengarkan. Amin .

Categories

My Blog List ( DO FOLLOW )